DonkeyMails.com: No Minimum Payout
Join Vinefire!

Selamat Bergabung di INDONESIA MANDIRI

Berat????,,, memang di situlah letak nya perjuangan demi kemajuan kita barsama.
Kalau saja Bung Karno dengan kesederhanaan gaya hidup Rakyat Indonesia ketika itu berani memperjuangkan, dan bahkan beliau sangat kenyang keluar masuk Penjara - kami yakin kita tidak akan seperti itu, namun tetap memerlukan Pemikiran significant, bila tidak maka DEKOLONIALISASI gaya baru akan sangat tidak terasa apabila anda tidak bergerak darisekaran.

Kamis, 04 Juni 2009

AFI Versus IPA

Suntingan dari :
Oleh : Ade Armando (Dosen UI dan Pengamat Media)

Pernah dengar nama Yudistira Virgus? Atau, Edbert Jarvis Sie? Atau,
Ardiansyah? Andika Putra? Atau, Ali Sucipto?

Kalau Anda menganggap nama-nama itu terasa asing di telinga, jangan
berkecil hati. Maklumlah, mereka memang tidak cukup diekspos media massa.
Jangankan tampang, nama mereka saja tidak hadir di halaman satu surat kabar,
di halaman depan tabloid dan majalah, apalagi di prime time siaran televisi
dan radio kita.

Dibandingkan Veri, Kia, dan Mawar (tiga finalis AFI), misalnya,
pemberitaan soal Yudistira dan kawan-kawan bisa dibilang 'cuma seujung
kuku'.

Padahal, prestasi mereka sangat membanggakan.
Mereka berlima semua siswa SMA membawa Indonesia menempati peringkat
lima besar dalam Olimpiade Fisika Internasional di Pohang, Korea Selatan,
yang baru berakhir Kamis lalu.

Dalam ajang prestisius yang diikuti 73 negara ini, Indonesia hanya
berada di bawah Belarusia, Cina, Iran, dan Kanada. Negara-negara besar
seperti AS, Jepang, atau Jerman dilibas.
Yudistira merebut medali emas untuk kategori total ujian teori dan
praktik (eksperimen), sementara keempat teman lainnya merebut medali perak
dan perunggu.

Tapi, begitulah Indonesia.

Pencapaian dalam kemampuan menguasai atau mengembangkan ilmu
pengetahuan tidak memperoleh perhatian besar. Remaja Indonesia, sejak kecil,
diajarkan untuk justru mengagumi hal-hal tidak mendasar.

Lihat saja bagaimana saat ini ribuan remaja Indonesia berduyun-duyun
mengikuti berbagai ajang kompetisi adu tarik suara atau bahkan adu
kecantikan. Impian 'menjadi bintang' terus dipompakan ke benak bangsa ini.

Program seperti AFI dan semacamnya tidaklah buruk. Tapi, skalanya
sudah menjadi begitu besar dan sama sekali tidak proporsional sehingga bisa
menyesatkan rentang pilihan yang terbayang di benak bangsa ini.

Indonesia adalah negara miskin dan terbelakang. Salah satu syarat
utama untuk mengatasi ketertinggalan ini adalah penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Karena itu, negara ini membutuhkan penghibur (entertainer)
dalam jumlah 'secukupnya' saja.

Kita tentu perlu mensyukuri lahir dan tumbuhnya sebuah generasi muda
yang cantik, gagah, pintar menari dan bernyanyi, atau berakting; namun kita
memerlukan lebih banyak lagi orang pintar.

Kepintaran rupanya memang tak dianggap punya daya tarik tinggi.
Akibatnya, media massa tidak memberi tempat cukup bagi prestasi yang terkait
dengan 'keunggulan otak'.

Tanpa disengaja, media tidak mengondisikan masyarakat untuk
menghargai 'kepintaran'.

Bahkan, di siaran televisi, lazim kita melihat bagaimana kaum
ilmuwan ditampilkan secara karikatural: sebagai profesor pikun beruban dan
berkacamata tebal yang tidak punya kehidupan sosial. Pasokan sumber daya
manusia unggul di negara ini dipinggirkan.

Tentu saja bukan cuma media massa yang berkonstribusi. Kita misalnya
juga tidak melihat upaya serius pemerintah untuk memelihara dan
mengembangkan kualitas brainware ini.

Yudistira dan kawan-kawan pun bisa saja akhirnya tidak akan dapat
dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa ini karena mereka keburu digaet pihak
asing.

Yudistira misalnya dikabarkan sudah memperoleh beasiswa dari sebuah
universitas teknologi di AS. Dikabarkan pula dua anggota tim Olimpiade
Fisika sudah diterima Nanyang University of Singapura (NUS).

Maklumlah, perguruan tinggi asing ini aktif mendekati para calon
ilmuwan terbaik yang mereka dapati di ajang internasional, sembari
mengiming-imingi beasiswa, jaminan hidup, dan bahkan jaminan kerja.
Sementara Indonesia, hanya mengamati mereka dari jauh.

Tidak pernah dengar nama Yudistira Virgus?
Tidak apa-apa, kok. Ia cuma pemenang medali emas di Olimpiade
Internasional!

*** lihat artikel yang lain di : www. iman-indonesiamandiri.blogspot.com
*** kirim artikel anda di : iman.indonesia.mandiri@gmail.com

Tidak ada komentar:

KOMPAS.com

DonkeyMails.com: No Minimum Payout

Foto Kiriman

Foto Kiriman
Mei 1998

di senayan

menunggu keputusan Mei 1998